Kelembutan Allah dalam Takdir-Nya
Ketika mengikutsertakan Musa dalam perjalanannya, Khadhir melakukan tiga hal yang diingkari oleh Musa; melobangi perahu, membunuh anak yang suci dan mendirikan dinding rumah milik dua anak yatim -tanpa upah.
Berdasarkan pengakuan Khadhir, _wama fa'altuhu 'an amri, dzalika ta'wilu ma lam tasthi' 'alaihi shabra(n)_, dan aku tidak melakukannya menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuab perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. (Al-Kahfi: 82).
Lantas, apa pelajaran yang bisa diambil dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Khadhir di atas?
Para ulama sudah banyak mengkajinya, salah satunya ialah bahwa kisah ini menegaskan tentang kelembutan Allah dalam takdir-Nya.
Seluruh kejadian-kejadian, kata Syaikh As-Sa'di _Rahimahullah_, yang dilakukan oleh Khadhir ialah takdir murni yang Allah tetapkan, dan pengaturan Allah terhadap seluruh kejadian melalui perantara hamba-Nya yang shalih ini ditujukan untuk memperlihatkan kepada segenap hamba tentang kelembutan Allah dalam takdir-Nya.
Allah menakdirkan banyak hal yang dibenci oleh seorang hamba, padahal pada hakikatnya mengandung kebaikan bagi agamanya, sebagaimana dalam kejadian pembunuhan si anak. Atau mengandung kebaikan bagi dunianya, sebagaimana dalam kisah pelobangan perahu.
Allah memperlihatkan kepada mereka sebuah contoh dari kelembutan dan kemuliaan-Nya; agar mereka tahu dan ridha terhadap seluruh takdir-Nya yang tidak disukai dengan segenap kerelaan.
Imam Ibnu Katsir _Rahimahullah_ juga menukil pernyataan Qatadah _Rahimahullah_, "Kedua orangtua si anak merasa senang ketika anaknya terlahir, dan bersedih ketika ia dibunuh. Padahal kalau si anak masih tetap hidup, sungguh ia akan menjadi sebab kebinasaan mereka. Maka, hendaknya seseorang ridha terhadap ketetapan Allah.
Karena bagi orang mukmin, ketetapan Allah yang tidak disukainya lebih baik
daripada ketetapan Allah yang disukainya. Telah shahih disebutkan dalam hadits bahwa, _"Tidaklah Allah menetapkan sesuatu bagi orang mukmin kecuali itulah yang terbaik baginya."_ (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban). Allah Ta'ala juga berfirman, _Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu."_ (Al-Baqarah: 216).
Sumber bacaan:
1. At-Taisir
2. Tafsir Al-Qur'anil Azhim
3. Tadabbur Kisah Qur'ani
penulis : Ibnu Abdil Bari
upload : admin
Ketika mengikutsertakan Musa dalam perjalanannya, Khadhir melakukan tiga hal yang diingkari oleh Musa; melobangi perahu, membunuh anak yang suci dan mendirikan dinding rumah milik dua anak yatim -tanpa upah.
Berdasarkan pengakuan Khadhir, _wama fa'altuhu 'an amri, dzalika ta'wilu ma lam tasthi' 'alaihi shabra(n)_, dan aku tidak melakukannya menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuab perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. (Al-Kahfi: 82).
Lantas, apa pelajaran yang bisa diambil dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Khadhir di atas?
Para ulama sudah banyak mengkajinya, salah satunya ialah bahwa kisah ini menegaskan tentang kelembutan Allah dalam takdir-Nya.
Seluruh kejadian-kejadian, kata Syaikh As-Sa'di _Rahimahullah_, yang dilakukan oleh Khadhir ialah takdir murni yang Allah tetapkan, dan pengaturan Allah terhadap seluruh kejadian melalui perantara hamba-Nya yang shalih ini ditujukan untuk memperlihatkan kepada segenap hamba tentang kelembutan Allah dalam takdir-Nya.
Allah menakdirkan banyak hal yang dibenci oleh seorang hamba, padahal pada hakikatnya mengandung kebaikan bagi agamanya, sebagaimana dalam kejadian pembunuhan si anak. Atau mengandung kebaikan bagi dunianya, sebagaimana dalam kisah pelobangan perahu.
Allah memperlihatkan kepada mereka sebuah contoh dari kelembutan dan kemuliaan-Nya; agar mereka tahu dan ridha terhadap seluruh takdir-Nya yang tidak disukai dengan segenap kerelaan.
Imam Ibnu Katsir _Rahimahullah_ juga menukil pernyataan Qatadah _Rahimahullah_, "Kedua orangtua si anak merasa senang ketika anaknya terlahir, dan bersedih ketika ia dibunuh. Padahal kalau si anak masih tetap hidup, sungguh ia akan menjadi sebab kebinasaan mereka. Maka, hendaknya seseorang ridha terhadap ketetapan Allah.
Karena bagi orang mukmin, ketetapan Allah yang tidak disukainya lebih baik
daripada ketetapan Allah yang disukainya. Telah shahih disebutkan dalam hadits bahwa, _"Tidaklah Allah menetapkan sesuatu bagi orang mukmin kecuali itulah yang terbaik baginya."_ (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban). Allah Ta'ala juga berfirman, _Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu."_ (Al-Baqarah: 216).
Sumber bacaan:
1. At-Taisir
2. Tafsir Al-Qur'anil Azhim
3. Tadabbur Kisah Qur'ani
penulis : Ibnu Abdil Bari
upload : admin
Komentar
Posting Komentar